30 Januari 2013

Jam Biologis Acakadut dan Balas Dendam


Saya bangun kesiangan lagi hari ini. Kelewat siang malah, menjelang tengah hari. Gara-garanya kemarin-kemarin, karena harus menyelesaikan pekerjaan, saya terpaksa tidur dekat-dekat subuh, itupun hanya 3-4 jam. Bangun lagi melanjutkan kerjaan sampai pagi lagi. Untung rutinitas tidak sehat itu cuma semingguan, nggak kebayang deh kalau sampai ada berita: 'Tukang grafis ditemukan tinggal kulit membungkus tulang di depan laptopnya' (by the way, emang sekarang di balik kulit saya ada isinya?)

Soal saya yang sekarang sulit memejamkan mata di waktunya tidur dan akhirnya bangun kesiangan, mungkin itu adalah mekanisme balas dendam badan dan mata saya yang pengen istirahat tapi belakangan nggak kesampaian. Tapi, apakah dengan mekanisme itu badan saya terus jadi segar? Jreng.. jreng.. ternyata tidak, sodara-sodara. Bangun siang itu dampaknya nggak enak di kepala, pusing-pusing nggak jelas. Udah gitu seharian bawaannya ngantuk terus. Lemes. Makan nggak selera. Kopi yang biasanya nambah semangat, tidak ada lagi efeknya. Ibarat orang patah hati lah (lho?)

Saya lalu dapat saran untuk mengatasi ini, yaitu: jangan ikuti maunya mata. Alias, saya harus melawan dia datang di waktu-waktu yang saya seharusnya bisa produktif, dan memaksanya untuk datang kepada saya saat saya seharusnya beristirahat (alamak, bisa pakai jelangkung nggak?). Dengan cara ini, saya akan bisa mengembalikan jam biologis saya yang belakangan acakadut. Berhasil? Jangan tanya itu dulu. Ini baru hari pertama saya mencoba. Susah juga. Saya tetap ambruk di sore hari, terbangun dengan tidak hanya kepala pusing (lagi) tapi juga perasaan yang tidak mengenakkan. Entah, apa cuma saya atau dialami oleh orang lain juga ya, tertidur saat matahari akan tenggelam dan bangun saat hari mulai malam, terdengar burung hantu suaranya.. (halaaah) itu rasanya nggak enak, macam depresi.

Saya memang masih mencoba trik mengembalikan waktu tidur saya, tapi saya belajar satu hal dari itu. Bahwa balas dendam macam apapun itu efeknya nggak enak. Saya sendiri bukan orang yang senang mendendam. Tidak melupakan apa yang pernah orang lakukan pada saya yang sifatnya negatif  sih iya, tapi kalau sampai kebayang-kebayang terus bahkan ingin melakukan sesuatu yang setimpal pada mereka, hmmm... sepertinya tidak (sepertinya lho...). Mungkin karena saya orangnya nggak mau ribet ya. Lha ya iyalah, nggak ribet apa mikirin enaknya orang yang udah nyakitin kita ini dibikin rujak atau dijadiin oseng-oseng padahal ngurusin hidup sekarang aja loncat sana sini? Pernah juga sih saya benci pada seseorang sampai bertahun-tahun, dan rasanya tidak enak. Sampai di satu titik, saya merasa harus melepaskan perasaan itu, saya merasa bebas.

Balas dendam itu butuh energi. Memikirkan strategi yang efektif untuk membalaskan dendam kita mungkin menyerap energi lebih banyak dibandingkan dengan saat mengeksekusinya. Hasilnya apa? Selain rasa puas kalau rencana kita berhasil, ya kita juga sudah menyalurkan energi dan mengisi waktu luang kita haha... Duh! Sama seperti urusan jam biologis itu, kalau saya teruskan keinginan mendendam badan saya, mungkin si mata merasa senang ya. Ooo... itu cuma sementara, jangan terperdaya nafsumu, duhai Mata... Gimana dengan pusing dan lemasnya? Badan saya sedang tidak sadar kalau kebiasaan barunya ini, dalam jangka panjang, justru bakal memberikan lebih banyak lagi kerugian bagi dirinya.

Jadi ingat saya pada episode Oprah dimana dia menceritakan kalau dia juga pernah membenci seseorang dalam waktu lama dan sosok orang itu terus membayanginya. Suatu saat, Oprah bertemu lagi dengan orang tersebut yang menyapanya dengan santai tanpa beban, dan pastinya itu bikin Oprah gondok. Iyalah, Oprah sudah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membenci orang itu, eh si oknum boro-boro inget apa yang sudah dia lakukan, mikirin Oprah juga mungkin nggak! Tambah akutlah kekesalan Oprah. Tapi, Oprah belajar dari kejadian itu. Dia sadar, lha ya apa untungnya pikiran kita tersedot untuk seseorang yang bahkan sudah tidak punya pengaruhnya lagi pada kehidupan kita?

Well, tipe orang memang berbeda-beda. Kadang justru ada orang yang senang dengan kebiasaan memendam dan mendendam ini. Walaupun drama kehidupan bisa datang tanpa skenario dan sementara orang-orang tertentu menghindari drama ini, tapi bagi orang-orang tertentu, hidup rasanya hampa kalau nggak ada drama. Cocoklah buat yang punya banyak waktu luang. Sama seperti meluangkan waktu ngikutin sinetron sampai tamat. Padahal, Tersanjung atau Cinta Fitri saja sampai sekuel berapa tau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar