19 Oktober 2010

Kantong Plastik? Tidak, Terima Kasih


Walaupun saya sebetulnya agak tidak setuju dengan menjamurnya swalayan waralaba di Indonesia, tak jarang saya menyerah juga untuk tidak berbelanja di tempat itu. Biasanya kalau sudah hampir tengah malam dan warung biasa sulit ditemui, swalayan waralaba menjadi alternatif saya (memang demikian tujuan mereka, bukan? Menciptakan kebutuhan).


Agar tidak terlalu jauh dari judul yang saya buat, langsung saja ke topik yang ingin saya tulis. Suatu malam, saya belanja di satu swalayan waralaba. Tak banyak  yang saya beli: detergen, snack, minuman kaleng dan rokok. Sampai di kasir, seperti biasa saya bilang, 


"Tidak usah pakai kantong plastik, Mbak."


Biasanya, petugas kasir langsung tanggap. Tapi yang satu ini tidak. Belakangan saya maklum karena petugas itu memakai seragam putih hitam, trainee. Saat ia mengeluarkan kantong plastik putih dari laci, saya ulangi lagi, 


"Tidak usah pakai kantong plastik..."


"Lho, kenapa?" tanyanya bingung. Saya juga bingung. Baru kali ini ditanyai demikian.


"Saya masukan ke dalam tas saja," jawab saya sambil menunjuk tas hitam besar.


"Memang cukup ya, Mas?" dia bertanya lagi. Agak jengkel saya. Saya yang punya tas, jadi saya tahu kapasitas tas saya. Saya rasa tidak perlu menjelaskan soal niat saya mengurangi limbah plastik padanya. Saya langsung masukan barang belanjaan saya dan berkata,


"Nah, cukup kan?" kata saya sambil menerima uang kembalian lalu pergi meninggalkan swalayan.


Kantong plastik. Benda ringan ringkas dan membuat hidup lebih sederhana. Namun data yang saya dapat tak sesederhana itu. Sengaja saya googling informasi-informasi ini, sekalian biar isi blog saya juga tidak hanya menampung curahan hati dan opini pribadi hehe...


Kita mulai dari awal. Untuk kebutuhan produksi plastik ini setiap tahunnya diperlukan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon. Silakan dibayangkan pula dengan cara apa minyak-minyak dan pohon-pohon itu diangkut dari sumbernya menuju pabrik pembuatan plastik. Berapa banyak zat kimia yang digunakan yang mungkin juga didatangkan dari daerah lain di ujung dunia. Dengan cara apa juga plastik-plastik yang sudah jadi kemudian didistribusikan ke daerah lain. Pastilah membutuhkan bahan bakar yang juga tidak sedikit.


Setiap tahunnya, diperkirakan 500 juta sampai 1 milyar kantung plastik digunakan penduduk bumi. Kalau dikira-kira lagi, dan ada orang kurang kerjaan mau membentangkan kantong-kantong itu, cukuplah untuk membungkus planet ini sampai 10 kali.


Tiba pada akhir hayat si kantong plastik. Beruntunglah jika ia bertemu dengan tangan-tangan kreatif yang bisa mendaurulangnya menjadi barang lain yang lebih berguna. Jika tidak, ia akan menunggu sekitar seribu tahun sampai tanah mampu mengurainya secara sempurna. Belum selesai... saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Lalu bagaimana jika dibakar? Jika proses pembakarannya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin, bahan kimia beracun yang dalam jumlah besar dapat menyebabkan kanker.


Lagi, kebiasaan kita membuang sampah sembarangan, termasuk kantong plastik. Akibatnya sudah jelas.


Nah, begitulah. Begini-begini, saya juga ingin berbuat sedikit untuk lingkungan saya, tapi masih sulit menyatakan diri sebagai pemerhati lingkungan karena masih doyan merokok, masih sering lupa mencabut saklar listrik saat tidak saya gunakan dan masih pakai detergen untuk cuci baju. Saat ini yang bisa saya lakukan adalah selain memaksa diri untuk makan langsung di tempat makan sehingga tidak perlu bungkus makanan, juga bersetia dengan tas besar saya dan saat ditawari,


"Kantong plastik?"


Saya akan jawab, "Tidak, terima kasih."

baca selengkapnya

14 Oktober 2010

Pernyataan Sikap dan Dukungan terhadap Penyelenggaraan Q! Film Festival 2010 Yogyakarta


"Puluhan massa gabungan ormas Islam menentang pemutaran Q! Film Festival 2010 di gedung Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta. Mereka menuntut agar panitia tidak memutar film tersebut baik di Yogyakarta maupun di tempat lain. Massa yang berjumlah 30-an orang itu mulai sekitar pukul 20.00 WIB mendatangi gedung LIP Yogyakarta di Sagan, Gondokusuman, Selasa (12/10/2010). Massa gabungan itu antara lain terdiri dari anggota Majelis Mujahidin Indonesia, Forum Umat Islam, Front Jihad Islam,” (Detik News, 12 September 2010)


Pada tanggal 12 Oktober 2010, Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Yogyakarta mendatangi tempat penyelenggaraan acara Q! Film Festival di Yogyakarta dan melakukan intimidasi serta mengancam akan membubarkan acara jika panitia tetap menyelenggarakan pemutaran film tersebut. Peristiwa ini senada dengan yang terjadi di Jakarta, yaitu intimidasi yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) pada penyelenggaraan festival yang sama. Dengan melihat fakta-fakta tersebut, maka kami menyatakan bahwa :


1) Menolak penafsiran sepihak yang menghubungkan Q! Film Festival dengan moralitas bangsa yang dijadikan sebagai legitimasi untuk mengganggu kehidupan bangsa yang menjunjung tinggi Hukum,HAM dan Demokrasi.


2) Mendukung terselenggaranya acara Q! Film Festival sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan aktualisasi diri  yang berkaitan dengan  HAM, Gender, Seksualitas dan Kesehatan yang dijamin oleh konstitusi dan hukum internasional.


3) Mendukung tujuan diselenggarakannya Q! Film Festival sebagai bagian dari edukasi, advokasi dan penguatan hak personal sebagaimana yang dijelaskan di dalam UUD 1945 Pasal 28F mengenai hak untuk berkomunikasi, memperoleh informasi dan mengembangkan diri, dan Pasal 31 ayat 1 mengenai hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan.


4) Menolak arogansi Forum Ukhuwah Islamiyah dan kelompok manapun yang memonopolisasi agama sebagai legitimasi tindak kekerasan. Tindakan kekerasan dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun adalah sesuatu yang tidak dapat dibenarkan di dalam kehidupan bernegara yang didasarkan atas azas Pancasila, UUD dan Hukum yang berlaku. Oleh karena itu, siapapun atau kelompok manapun yang menolak keberagaman dan menggunakan kekerasan untuk menistakan keberagaman sama halnya menolak Pancasila sebagai azas Negara.


5) Menuntut komitmen Pemerintah terhadap kovenan Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenent on Economic, Social and Cultural Right) sebagaimana telah diratifikasi di dalam UU No.11 Tahun 2005. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah berkewajiban menghormati,melindungi dan memenuhi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya setiap warga negara, termasuk di dalamnya mendukung penyelenggaraan Q! Film Festival sebagai bagian dari Hak mendapatkan pendidikan, pelatihan, standar kesehatan fisik dan mental,serta berperan aktif dalam kehidupan budaya.


6)      Menuntut pemerintah untuk memenuhi  hak setiap warga negara terbebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diatur di dalam UUD 1945 Pasal 28 I ayat 2 yaitu  ‘Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.’ Aksi kekerasan adalah bentuk kriminalisme yang mengganggu ketertiban umum dan mengancam keselamatan setiap warga negara.


Atas dasar peristiwa tersebut di atas maka kami menyatakan mendukung penyelenggaraan Q! Film Festival di Yogyakarta serta mendesak Kapolda DIY untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap penyelenggaraan Q! Film Festival di Yogyakarta.


Yogyakarta, 13 Oktober 2010


Hormat kami :
Jaringan dan Lembaga: JAMGAMAN (Jaringan HAM untuk Keberagaman ), JPY ( Jaringan Perempuan Yogyakarta ), PKBI DIY, Vesta Yogyakarta, PLU Satu Hati, SAMSARA, IHAP ( Institut Hak Asasi Perempuan ), AWRC ( Asian Women's Resource Center ), PRP ( Perhimpunan Rakyat Pekerja ),YIFoS (Youth Interfaith Forum on Sexuality).
Personal: Budi Wahyuni, Inna Hudaya, Damairia Pakpahan, Ima Susilowati, Gama Triono, Nur Hidayah Perwitasari, Dey Prananda Halim, Ana Marsiana, Sartika Nasmar, Dian T Indrawan, Lelyana Kurniawati, Egie Dian, Mang Sick Head, Setiawan Aji, Ika Ayu, Yulia Dwi Ariyanti, Habibah Jazila, Rismilliana Wijayanti, Nino Susanto, Ria papermoon
baca selengkapnya

11 Oktober 2010

Jadwal dari Tuhan


Seorang anak kecil mendatangi ayahnya yang sedang asyik di depan laptopnya. Belum genap 6 tahun usia si anak. Ia bertanya,


"Ayah, bisakah aku bertemu Tuhan?"


Sang Ayah agak terkaget ditanyai seperti itu. Tak siap ia dengan jawaban, balik bertanya,


"Kenapa kamu ingin bertemu Tuhan?"


"Hanya ingin lihat wajahnya. Tidak bolehkah?" tanya sang anak lagi.


Makin bingung sang ayah. Jika ia mengatakan tidak boleh, anaknya pasti akan bertanya kenapa dan ia sendiri tak tahu jawabannya. Jika ia menjawab boleh, sudah pasti sang anak kemudian akan merengek-rengek minta dipertemukan dengan Tuhan. Gawat! Belum selesai pengakuan dosanya!


"Suatu saat kau pasti bisa bertemu Tuhan, Anakku," jawab sang ayah. Aman!


"Aku ingin bertemu hari ini, Ayah."


"Hmm... sepertinya sulit, Nak."


"Kenapa? Apakah ia sedang sibuk?"


"Ya... begitulah." Ayahnya kini mulai berkeringat.


"Kata ayah, Tuhan itu Maha Kuasa, seharusnya tak sesibuk itu kan, Ayah? Aku perlu bertemu sebentar saja."


"Hmm..."


"Ayah pernah bertemu Tuhan?"


Ayahnya menggeleng.


"Ayah tak ingin bertemu dengannya?"


Ayahnya kembali menggeleng. Lalu berkata, "Kemari, Nak. Ayah hanya percaya suatu saat akan bertemu dengannya suatu hari. Namun, dalam penantian Ayah, Ayah juga percaya ia selalu bersama kita, memberikan cintanya untuk kita. Karena itu yang kita butuhkan. Kita tak perlu mengetahui wajahnya untuk bisa merasakan cinta yang ia berikan." Panjang lebar yang ia katakan, berharap anaknya mengerti.


"Oh, jadi kapan aku bisa bertemu dengannya?"


"Itu hanya dia yang tahu, Nak. Dia yang sudah membuatkan jadwal pertemuannya dengan tiap-tiap makhluk."


"Bisakah aku lihat jadwalnya, Ayah?"


Ayahnya menggeleng lembut. Sang anak berpikir sebentar, lalu turun dari pangkuan ayahnya.


"Baiklah. Aku akan menunggu saja. Aku mau main layangan di depan ya, Ayah!"


Ayahnya mengangguk tersenyum. Senang melihat anaknya tak lagi bertanya macam-macam dan bertindak layaknya anak kecil. Sang ayah lalu kembali ke monitor laptopnya. Satu email baru masuk di inboxnya. Segera ia buka karena nama pengirimnya sangat tak biasa.


Tenang. Kau tak perlu gusar dengan pertanyaan-pertanyaan anakmu lagi. Jadwalnya bertemu denganku adalah sore ini saat ia bermain layangan.
-Tuhanmu-
baca selengkapnya

10 Oktober 2010

Tentang Cinta


Hari-hari terakhir ini, datang rupa-rupa cerita cinta dari orang-orang di sekeliling saya. Tidak semua menyenangkan. Bahkan kebanyakan justru menyesakkan. Ya begitulah cinta, semua orang mencari tapi sering tak siap dengan konsekuensi.


Pertama, seorang teman berkisah ia bertemu mantannya yang sekarang sedang menjalin hubungan dengan kawannya teman saya di kampus. Bingung? Mungkin lebih bingung lagi kalau saya bilang ketiganya adalah perempuan.


Cinta tak mengenal batas, kita sendiri yang membuat pagarnya.


Gampangnya, teman saya dan pacar mantannya pernah kuliah di tempat yang sama, setahu saya mereka cukup dekat. Nah, beberapa hari lalu, teman saya memutuskan untuk bertemu dengan mantannya, sekedar silaturahmi. Teman saya bilang, mantannya kini berubah. Berbeda sekali dengan saat mereka pacaran dulu.


Ya, cinta bisa mengubah kepribadian seseorang, kadang memperbaiki kadang membuatnya lebih kompleks.


Yang menarik, pacar mantannya memilih untuk tidak menemui teman saya. Padahal, dari mantannya sendiri, teman saya tahu kalau pacarnya itu sedang berada tak jauh dari tempat teman saya dan mantannya bertemu. Secara resmi mereka berdua sudah 'menghadap' teman saya di awal hubungan mereka. Teman saya bilang, saat itu ia sendiri tidak bermasalah dengan hubungan mereka (sampai sekarang pun demikian), tapi ia melihat mantan dan pacarnya terlihat kikuk saat menceritakan hubungan mereka. Mungkin sampai sekarang pacar mantan teman saya itu masih merasa tidak enak hati pada teman saya. Teman saya sebetulnya berharap ia dan kawannya yang sekarang menjadi pacar mantannya itu, bisa tetap berkomunikasi secara wajar.


Cinta dapat pula mempengaruhi hubungan pertemanan, menambah atau mengurangi, kualitas maupun kuantitas.


Kisah lain, dari teman saya yang lain. Seorang perempuan heteroseksual yang sedang berusaha sekuat tenaga melupakan perasaannya pada seorang laki-laki. Mereka bertemu beberapa tahun lalu dan uniknya, saya kira, adalah mereka tak pernah memutuskan untuk berpacaran namun hubungan keduanya sudah layak saya sebut pacaran.


Cinta, jika tak dinyatakan seringkali menimbulkan pertanyaan.


Kriteria yang saya pakai sangat sederhana dan serampangan: adanya ngambek-ngambekan. Bagi saya, pada hubungan pertemanan biasa, agak konyol kalau ada acara ngambek, kecuali mungkin, pada pertemanan anak TK. Menurut saya, ngambek adalah reaksi jujur kita yang mungkin kita sembunyikan dalam hubungan pertemanan, namun dengan mudah kita ekspresikan pada pacar. Teman saya juga mengeluh kalau selama mereka 'berteman', teman-tapi-mesranya sering kali menunjukkan sikap manja berlebihan, sesuatu yang tak pernah ditunjukan pada orang lain.


Cinta membuat kita nyaman untuk mengakui kelemahan kita.


Yang bikin saya gemes, teman saya dan teman-tapi-mesranya itu tidak pernah mengutarakan perasaan mereka satu sama lain secara langsung. Saya tak tahu apa alasan si teman-tapi-mesra melakukan hal itu. Teman saya berkali-kali mengatakan ia sudah menunjukkan sinyal-sinyal perasaannya tapi tak pernah mendapatkan respon yang ia harapkan.


Cinta menjadi kita lebih peka, namun cinta juga membutuhkan kepekaan.


Teman saya malah merasa kalau ia tak pantas punya perasaan cintanya dan untuk itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk membenci teman-tapi-mesranya. Yang menyeramkan, teman saya sering berpikir untuk bunuh diri agar hilang semua masalahnya itu.


Cinta bisa membuat pikiran kita tidak rasional.


Cerita lain datang dari kawan saya. Ia bercerita saudara perempuannya saat ini sedang menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah punya pacar dan siap melangsungkan pernikahan. Bukan main bingung kawan saya. Sehari-hari ia bekerja sebagai aktivis perempuan. Maka tak bisa diterima olehnya ketika sang saudara menjadi pelaku kekerasan bagi perempuan lain. Masalahnya, si saudara ini baru saja putus dari pacar lamanya dan kemudian bertemu dengan laki-laki berpacar ini yang, sebetulnya, adalah cinta lama sang saudara yang tidak disetujui orangtuanya. Kawan saya berusaha menggugah empati saudaranya jika ia berada di posisi pacar yang siap dinikahi laki-laki itu. Si saudara yang baru saja jatuh, tentu sulit untuk berpikir jernih saat ada tangan halus yang membantu menopangnya. Ia mendapatkan kembali perhatian dan kasih sayang yang baru saja hilang.


Cinta mampu menjadikan kita sangat egois.


Ya begitulah. Cerita-cerita cinta yang menarik buat saya. Melankolis. Meluap-luap. Sendu. Namun bisa juga memberikan kekuatan dan menginspirasi. Saya harus sudahi tulisan saya karena selain tak mau dianggap sok tahu soal cinta, seseorang yang saya cinta baru bangun dari tidurnya dan sedang menunggu balasan pesan singkat dari saya. Hehehe..


Ya, Cinta, kau harus sabar saat berhadapan dengan cinta.
baca selengkapnya