10 Oktober 2010

Tentang Cinta


Hari-hari terakhir ini, datang rupa-rupa cerita cinta dari orang-orang di sekeliling saya. Tidak semua menyenangkan. Bahkan kebanyakan justru menyesakkan. Ya begitulah cinta, semua orang mencari tapi sering tak siap dengan konsekuensi.


Pertama, seorang teman berkisah ia bertemu mantannya yang sekarang sedang menjalin hubungan dengan kawannya teman saya di kampus. Bingung? Mungkin lebih bingung lagi kalau saya bilang ketiganya adalah perempuan.


Cinta tak mengenal batas, kita sendiri yang membuat pagarnya.


Gampangnya, teman saya dan pacar mantannya pernah kuliah di tempat yang sama, setahu saya mereka cukup dekat. Nah, beberapa hari lalu, teman saya memutuskan untuk bertemu dengan mantannya, sekedar silaturahmi. Teman saya bilang, mantannya kini berubah. Berbeda sekali dengan saat mereka pacaran dulu.


Ya, cinta bisa mengubah kepribadian seseorang, kadang memperbaiki kadang membuatnya lebih kompleks.


Yang menarik, pacar mantannya memilih untuk tidak menemui teman saya. Padahal, dari mantannya sendiri, teman saya tahu kalau pacarnya itu sedang berada tak jauh dari tempat teman saya dan mantannya bertemu. Secara resmi mereka berdua sudah 'menghadap' teman saya di awal hubungan mereka. Teman saya bilang, saat itu ia sendiri tidak bermasalah dengan hubungan mereka (sampai sekarang pun demikian), tapi ia melihat mantan dan pacarnya terlihat kikuk saat menceritakan hubungan mereka. Mungkin sampai sekarang pacar mantan teman saya itu masih merasa tidak enak hati pada teman saya. Teman saya sebetulnya berharap ia dan kawannya yang sekarang menjadi pacar mantannya itu, bisa tetap berkomunikasi secara wajar.


Cinta dapat pula mempengaruhi hubungan pertemanan, menambah atau mengurangi, kualitas maupun kuantitas.


Kisah lain, dari teman saya yang lain. Seorang perempuan heteroseksual yang sedang berusaha sekuat tenaga melupakan perasaannya pada seorang laki-laki. Mereka bertemu beberapa tahun lalu dan uniknya, saya kira, adalah mereka tak pernah memutuskan untuk berpacaran namun hubungan keduanya sudah layak saya sebut pacaran.


Cinta, jika tak dinyatakan seringkali menimbulkan pertanyaan.


Kriteria yang saya pakai sangat sederhana dan serampangan: adanya ngambek-ngambekan. Bagi saya, pada hubungan pertemanan biasa, agak konyol kalau ada acara ngambek, kecuali mungkin, pada pertemanan anak TK. Menurut saya, ngambek adalah reaksi jujur kita yang mungkin kita sembunyikan dalam hubungan pertemanan, namun dengan mudah kita ekspresikan pada pacar. Teman saya juga mengeluh kalau selama mereka 'berteman', teman-tapi-mesranya sering kali menunjukkan sikap manja berlebihan, sesuatu yang tak pernah ditunjukan pada orang lain.


Cinta membuat kita nyaman untuk mengakui kelemahan kita.


Yang bikin saya gemes, teman saya dan teman-tapi-mesranya itu tidak pernah mengutarakan perasaan mereka satu sama lain secara langsung. Saya tak tahu apa alasan si teman-tapi-mesra melakukan hal itu. Teman saya berkali-kali mengatakan ia sudah menunjukkan sinyal-sinyal perasaannya tapi tak pernah mendapatkan respon yang ia harapkan.


Cinta menjadi kita lebih peka, namun cinta juga membutuhkan kepekaan.


Teman saya malah merasa kalau ia tak pantas punya perasaan cintanya dan untuk itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk membenci teman-tapi-mesranya. Yang menyeramkan, teman saya sering berpikir untuk bunuh diri agar hilang semua masalahnya itu.


Cinta bisa membuat pikiran kita tidak rasional.


Cerita lain datang dari kawan saya. Ia bercerita saudara perempuannya saat ini sedang menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah punya pacar dan siap melangsungkan pernikahan. Bukan main bingung kawan saya. Sehari-hari ia bekerja sebagai aktivis perempuan. Maka tak bisa diterima olehnya ketika sang saudara menjadi pelaku kekerasan bagi perempuan lain. Masalahnya, si saudara ini baru saja putus dari pacar lamanya dan kemudian bertemu dengan laki-laki berpacar ini yang, sebetulnya, adalah cinta lama sang saudara yang tidak disetujui orangtuanya. Kawan saya berusaha menggugah empati saudaranya jika ia berada di posisi pacar yang siap dinikahi laki-laki itu. Si saudara yang baru saja jatuh, tentu sulit untuk berpikir jernih saat ada tangan halus yang membantu menopangnya. Ia mendapatkan kembali perhatian dan kasih sayang yang baru saja hilang.


Cinta mampu menjadikan kita sangat egois.


Ya begitulah. Cerita-cerita cinta yang menarik buat saya. Melankolis. Meluap-luap. Sendu. Namun bisa juga memberikan kekuatan dan menginspirasi. Saya harus sudahi tulisan saya karena selain tak mau dianggap sok tahu soal cinta, seseorang yang saya cinta baru bangun dari tidurnya dan sedang menunggu balasan pesan singkat dari saya. Hehehe..


Ya, Cinta, kau harus sabar saat berhadapan dengan cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar