20 Juli 2012

Salah Kaprah Soal Anarkisme


Baru kemarin saya pulang dari pertemuan tiga hari di sebuah hotel di Jakarta. Entah karena menjelang Ramadhan atau alasan lain, di lobby hotel ada pemandangan yang tidak biasa (saya beberapa kali ikut acara yang diadakan di hotel yang sama). Banyak buku-buku yang disusun rapih, plus kasir. Ya, ada booth penerbit buku. Kebetulan, buku-buku karya Dee juga dijual di sana, termasuk Supernova, yang setelah ganti cover, saya jadi berniat mengoleksinya (sebelumnya saya hanya mengandalkan rental buku dekat kost-kostan, jaman masih mahasiswa).


Sekarang saya sedang kembali membaca Akar. Tokoh Bong dalam buku itu mengingatkan pada saat saya masih menjadi relawan di sebuah organisasi di Yogyakarta. Pindah-pindah divisi, akhirnya saya menjajal Divisi Radio. Kerjaannya siaran di radio-radio kerjasama, mengusung isu-isu yang sedang diperjuangkan oleh lembaga kami. Tapi ada satu radio yang agak unik. Pihak radio mendesain programnya dengan nama Lifestyle, mencoba menyampaikan isu-isu tersebut dengan fenomena-fenomena sosial yang nyata ada di lingkungan kita. Sialnya, selama beberapa bulan, saya yang ditugaskan mengawal program tersebut. Artinya, tidak seperti program di radio lain yang kalau mentok ide bisa ambil tema beberapa bulan sebelumnya atau menaruh dokter sebagai narasumber, saya ditantang untuk terus menggali fenomena-fenomena sosial, plus mendatangkan narasumber orang-orang yang mencair dalam fenomena tersebut.


Punk. Satu tema yang saya pernah usulkan dan kesanalah Akar membawa memori saya kembali. Sebelum siaran, saya buka-buka internet dulu cari referensi. Penelusuran membawa saya pada satu pengetahuan tentang anarkisme. Paham ini memang erat sekali dengan punk sehingga lahir gerakan punk mengusung ideologi anarkisme, Anarko-punk. Saya tidak akan membicarakan soal anarkisme secara luas atau mendalam, saya hanya ingin membagi hal yang sangat dangkal saja namun justru di situlah titik persoalannya: penggunaan istilah anarkisme. 




Istilah anarkis atau anarkisme yang sering kita dengar, bukanlah kata yang tepat untuk merujuk apa yang disangkakan kebanyakan orang namun terus diproduksi oleh media massa secara salah kaprah yang ujung-ujungnya masyarakat juga ikut tersesat. Saya coba ambil beberapa judul berita dari media online yang cukup sering saya buka: 

  • Ramadan, Kapolri Tindak Tegas Ormas yang Anarkis (tempo.co, 16/07)
  • Aksi Anarkis Buat Distribusi LPG Terhambat (vivanews.com, 19/06) 
  • SBY Minta Polri Tindak Tegas Kelompok Anarkis (kompas.com, 01/07) 

Dari judul beritanya, kita sudah digiring pada pemahaman bahwa anarkis itu satu dua dengan tindakan kekerasan, tindakan sewenang-senang, melanggar aturan hukum, atau dalam bahasanya bapak presiden kita: “yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat”. Benarkah demikian nilai-nilai anarkisme?


Saya kutipkan dari http://ind.anarchopedia.org/Anarkisme:


"anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan. Ia dimulai di antara manusia, dan akan mempertahankan vitalitas dan kreativitasnya selama merupakan pergerakan dari manusia” (Peter Kropotkin)


Masih sumber yang sama, anarkisme secara keseluruhan dapat diartikan sebagai suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan.


Lihat baik-baik, adakah kekerasan dalam definisi tersebut? Walaupun pada prakteknya, ada beberapa anarkis yang mengijinkan tindakan penyerangan dan kekerasan, namun perlu dicermati bahwa bukan tindakan kekerasan atau penyerangan tersebut yang menjadi titik tekan anarkisme. Penyerangan dan kekerasan diperbolehkan selama sasarannya adalah negara, pemerintahan dan kapitalisme, sebagai sistem yang dipercayai telah melakukan penindasan terhadap manusia. Toh, beberapa anarkis bahkan dengan terang-terangan tidak sepakat dengan metode penyerangan dan kekerasan untuk menyampaikan ide dan meraih tujuannya.


Anarkisme tidak bisa begitu saja dianalogikan sebagai tindakan kekerasan. Jika ya begitu, sama saja dengan menganalogikan Islam dengan kegiatan terorisme. Semua orang tahu, beberapa teroris itu mengatasnamakan Islam. Tapi tidak semua muslim sepakat dengan metode teror itu untuk menegakkan kejayaan Islam, beberapa bahkan mengutuk tindakan terorisme. Plus, tidak semua tindakan penyerangan dan kekerasan dilakukan atas nama anarkisme, sama seperti tidak semua tindakan teror dilakukan melulu oleh orang Islam. Menyebut anarkisme untuk merujuk pada tindakan penyerangan atau kekerasan hanya agar terdengar lebih intelek, justru menunjukkan kurangnya pemahaman tentang anarkisme itu sendiri.


Sebagai penulis, apalagi penulis berita (oya, termasuk juga editor), pengertian anarkisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kiranya bisa menjadi acuan untuk tidak menggunakannya secara salah kaprah lagi:
anar·kis·me n ajaran (paham) yg menentang setiap kekuatan negara; teori politik yg tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang
Apa susahnya menulis saja ‘tindakan pengrusakan’, ‘penyerangan’, ‘kekerasan’, atau kalau ingin lebih keren ‘destruktif’ atau ‘vandalisme’. Menarik, istilah vandalisme seringkali direduksi hanya untuk tindakan seperti merusak taman kota, membuat graffiti (karena dianggap merusak, padahal menurut saya justru memperindah –asalkan temanya jelas dan tidak dilakukan di dinding rumah orang- dibandingkan dengan jutaan banner iklan). Vandalisme dalam KBBI diartikan sebagai: 
va·ndal·is·me n 1 perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dsb); 2 perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas
Well, karena saya percaya bahwa media juga dikontrol oleh sebuah sistem yang lebih besar dan mapan, bisa jadi pemahaman salah tentang anarkisme dengan sengaja dibiarkan. Anarkisme dicitrakan sebagai paham dan tindakan yang menakutkan, karena itu harus diberantas. Tujuannya jelas, kita tidak akan membiarkan jika ada sesuatu yang mengancam kita, bukan? 

*Saya tidak sedang mempromosikan anarkisme. Wong ngerti aja cuma setengah-setengah. Namun jika anda tertarik untuk mempelajarinya, alamat-alamat ini mungkin bisa menjadi salah dua referensi: 
http://www.anarchism.net/
http://pustaka.otonomis.org

6 komentar:

  1. Anarkisme lebih ideologis^^

    BalasHapus
  2. Berita yg HOT dunk.........PLIZ

    BalasHapus
    Balasan
    1. bung jeprut (sunda, -red), kalau mau cari yang HOT-HOT silakan ke warung soto atau bakso

      Hapus
  3. setuju mas, isme itu adalah faham atau ideologi bukan perbuatan menurut kamus indonesia anarkisme adalah faham yang membolehkan negara atau lembaga-lembaga untuk melakukan penindasan kepada rakyatnya dalam rangka menegakkan disiplin, ketertiban serta mempertahankan kekuasaannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih komentarnya, asaz. btw, apa benar begitu yang dituliskan dalam kamus indonesia? soalnya sepertinya agak tidak sepaham dengan pengertian anarkisme secara umum. san yang saya comot dari KBBI online isinya tidak seperti itu.

      Hapus