22 Februari 2015

Mengapa Kita Membunuh Orang yang Membunuh Orang untuk Menunjukkan Bahwa Membunuh itu Salah?

Ramai diperbincangkan berita terkait hukuman mati yang akan diberikan kepada dua terpidana duo Bali Nine yang warga negara Australia. Tony Abbott, Perdana Menteri Australia, meminta Pemerintah Indonesia membatalkan hukuman tersebut. Wajar tentu saja bagi suatu pemerintah memberikan perlindungan maksimal bagi warganya. Sayangnya, Abbott menyinggung bantuan yang pernah diberikan pemerintahnya saat tsunami menerjang beberapa daerah di Indonesia pada 2004 silam. Seolah Abbott ingin mengingatkan, ‘Berterima kasihlah sedikit…

Ini jelas memicu reaksi kemarahan dari warga Indonesia. Beberapa lantas membuat gerakan pengumpulan  koin yang kemudian akan diserahkan kepada kedutaan Australia untuk mengembalikan bantuan yang pernah diberikan. Saya pribadi juga tersinggung dengan pernyataan Abbott. Tapi ini bukan berarti saya mendukung apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia atas hukuman mati yang akan segera diberikan kepada pengedar dan bandar narkoba.

Lalu apakah ini artinya saya mendukung peredaran dan penyalahgunaan narkoba? Tidak. Garis bawahi bahwa ketidaksetujuan saya bukan karena kasusnya. Sekalipun itu teroris yang dijatuhi hukuman, saya tetap dengan pendirian saya, hukuman mati bukan solusi. Hukuman mati hanya mengajarkan satu hal, yaitu bahwa menghabisi nyawa seseorang itu diperbolehkan, dengan alasan tertentu. Ini yang saya tidak dapat setujui. Dengan alasan apapun, tak ada yang berhak mengambil nyawa seseorang.

Saya tidak begitu peduli bagaimana Indonesia akan dilihat oleh dunia internasional karena masih memberlakukan hukuman mati. Saya juga tak begitu peduli bagaimana nantinya hubungan Indonesia dengan Australia, Brazil, Belanda atau negara lain yang warga negaranya tertangkap di Indonesia dan dijatuhi hukuman mati. Ini bukan soal saya melihat bagaimana hak asasi manusia ditegakkan di Indonesia. Ini murni perkara hati.

Beberapa orang yang mendukung diberikannya hukuman mati beralibi, toh para terpidana itu juga tidak berpikir dua kali saat melakukan kejahatan mereka. Berapa orang yang harus meregang nyawa karena overdosis narkoba? Berapa banyak anak yang kehilangan orang tua, orang tua kehilangan anak, sahabat kehilangan kawan karena penyalahgunaan narkoba? Jika penjahatnya teroris, berapa nyawa yang telah mereka habisi dari satu ledakan bom? 

Saya jadi bertanya, apakah itu yang namanya keadilan? Mata dibalas dengan mata dan membuat kita lebih baik dari mereka? Siapa kita? Jika ini soal balas dendam, kenapa hukuman untuk pencuri sandal tidak dengan mencuri balik barang yang dimiliki si pencuri? Bukankah dari kecil pun kita diajari untuk tak mendendam?

*


Jika tidak dengan hukuman mati, mereka tidak akan kapok-kapok, datang ke Indonesia mengedarkan narkoba! Begitu mungkin alibi selanjutnya dari pendukung hukuman mati. Apakah membuat kapok harus dengan hukuman mati? Sadari saja kalau penegakkan hukum di Indonesia itu ibarat pisau yang tak kenal asahan berpuluh-puluh tahun. Tumpul. Karatan. Ini yang seharusnya diperbaiki. Mengasah kembali pisaunya. Bukan dengan menggasakkan pisau tumpul pada leher-leher bernyawa.

Soal nyawa ini, saya jadi ingat satu kawan di jejaring sosial. Ia teman sekolah yang lama tak berkomunikasi, tapi kembali terkoneksi berkat internet. Ia salah satu yang postingannya saya sukai karena isinya menyejukkan, beberapa ia buat dengan gaya berkisah. Satu cerita menarik saya comot di sini untuk mengingatkan kita betapa berharganya nyawa makhluk hidup:

Aku diam. Tiba-tiba kurasakan geli di lengan kiriku. Saat kulihat ada semut hitam tengah berjalan di sana, refleks kubeberkan telapak tangan kanan. Hendak kutepuk semut itu.

“Hei! Hati-hati, Nak! Tepukanmu bisa membunuhnya!” teriak ibu.

Aku menengok ke arah Ibu. Telapak tanganku tertahan di udara.

“Tak usah ditepuk. Pegang saja pelan-pelan, lalu pindahkan. Kecil-kecil gitu bernyawa lo..! Emang kamu bisa bikin nyawa?”**


*Judul dan Gambar diambil dari
http://nobodycorp.org/portfolio/anti-hukuman-mati/#jp-carousel-1737
**Thanks, Kang Idim!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar