7 April 2011

Hubungan Jarak Jauh, Kenapa Tidak?


Eits... Jangan memicingkan mata dulu. Mungkin Anda termasuk orang yang anti hubungan jarak jauh alias long distance relationship. Tidak tahan tidak bertemu. Susah mengatur waktu. Godaan kanan kiri. Membosankan. Mahal. Mungkin itu alasan mengapa orang langsung angkat tangan begitu mendengar ide hubungan jarak jauh ini. Tapi, buat orang yang percaya takdir, percaya cinta bisa datang kapan dan dimana saja, bagaimana bisa menolaknya? Buat orang yang tidak percaya takdir, tidak percaya cinta itu buta, menjalani hubungan jarak jauh mungkin adalah sebuah keputusan yang mau tidak mau harus diambil karena alasan tertentu.



Saya tidak akan memberikan tips bagaimana menjalani hubungan jarak jauh. Saya belum ahli. Saya hanya ingin mengembalikan ke makna sejatinya mengapa orang memutuskan (bagi yang percaya keputusan di tangan manusia) menjalin hubungan dengan orang lain. Tidak hanya hubungan jarak jauh yang penuh tantangan, namun juga hubungan-hubungan lain yang tak kalah rumit tantangannya.


Misalnya saja, pagi ini di kantor saat saya baru saja datang dan langsung sibuk dengan daftar peserta pelatihan. Telinga saya sempat menangkap kawan-kawan saya asyik bercakap soal pernikahan beda agama. Buat saya, tidak ada masalah sama sekali. Menikah atau tidakpun bukan lagi soal. Namun berbeda dengan kawan-kawan saya yang masih memegang teguh ajaran agama.


"Itu namanya ujian cintanya lebih untuk siapa, untuk dirinya sendiri atau untuk Tuhan," kata seorang kawan. Jelas maksudnya jika dia berada di posisi harus memilih, dia akan memilih Tuhannya. Kawan saya yang lain lantas mengatakan bahwa pernikahan dalam agama yang sama tidak menjamin kebahagiaan. Ya, mungkin dia yang sepakat bahwa pernikahan beda agama sah-sah saja.


Dengan terpaksa saya kaitkan dengan judul tulisan saya, agaknya saya berkesimpulan bahwa cinta tidak mengenal batas: usia, jenis kelamin, agama, bangsa dan juga jarak. Kita mungkin saja bermimpi memiliki pasangan ideal: usia sebaya, satu agama, dekat dalam dekapan, tapi kenyataan? Saya masih percaya Tuhan (walau lebih sering skeptis) dan percaya bahwa cinta adalah energi-Nya.


Karena kuasa Tuhan tak terbatas, demikian juga dengan cinta. Ia bisa hadir tanpa kita duga, mungkin di saat kita gemilang atau di saat kita terpuruk. Saat kita bertemu dengan orang yang kita rasa tepat, membuat kita nyaman dan ia juga merasakan hal yang sama terhadap kita, saat itulah kita berdaulat atas diri kita, mengambil keputusan: membuat hubungan atau tidak. Tidak ada yang mutlak, dua-duanya punya konsekuensi dan masa depan. Kita, sang pengambil keputusan, juga punya beragam latar belakang (seperti kawan-kawan saya itu) yang menjadikan nilai benar dan salah tidak absolut.


Karena cinta tak terbatas, demikian juga energinya. Terhubung secara spiritual, menurut saya, adalah saling mengirim energi positif satu sama lain, karena kita hidup di alam energi. Ibarat bangunan, sebuah hubungan butuh pondasi yang kuat sehingga halangan apapun tak akan ada artinya, termasuk jarak. Soal bagaimana menjalaninya, rumus komunikasi, negosiasi dan toleransi adalah bak pilar bagi bangunan itu.


Hubungan jarak jauh, ataupun dekat, intinya sama saja: cinta. Siapa bilang hubungan jarak dekat tak ada masalah? Silakan cari data di kantor catatan sipil, berapa banyak yang cerai karena alasan jarak. Jadi tidak usah berkecil hati bagi yang sedang, atau bimbang akan memutuskan untuk, menjalani hubungan jarak jauh. Kecanggihan teknologi telah menawarkan satu solusi. Namun, teknologi hanyalah alat untuk menghantarkan energi kita. Tanpanya, hubungan jarak jauh tetap tidak mustahil untuk dijalani. Pilihannya: mau atau tidak.


PS. Happy 8 Months Anniversary! =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar