23 Mei 2012

Menjadi Pemimpin Itu...

Ayah saya dulu pejabat. Bukan, bukan niat saya buat sombong-sombongan. Ada satu cerita yang saya dengar di hari ini dan tiba-tiba saya jadi teringat ayah saya. Kisahnya adalah soal pimpinan sebuah institusi yang kelakuannya sukses membuat saya geleng-geleng kepala tak habis pikir. Tidak cukup dengan gaji yang lumayan besar, sang pimpinan dengan seenaknya memanfaatkan fasilitas-fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. 


Bukan rahasia umum kalau para staf dan karyawan dimanapun pasti sekali dua kali menggunakan fasilitas kantor bukan untuk kepentingan pekerjaan. Dari yang paling sederhana seperti numpang ngeprint sampai ke pinjam mobil buat antar anak. Well, tapi karena yang ini pelakunya adalah pimpinan, otomatis jadi sorotan, apalagi kalau sampai merugikan yang lain.


Hubungannya dengan ayah saya yang mantan pejabat? Sebagai pejabat, meskipun di kota kecil, bermacam-macam fasilitas diberikan oleh kantor (baca: pemerintah). Di posisinya yang terakhir, selain mobil dinas, ayah saya juga dapat sopir pribadi, selain fasilitas untuk biaya rekening telepon, listrik dan air. Namun, sejak awal ayah saya mendapatkan fasilitas-fasilitas tersebut, beliau sudah mengingatkan anak-anaknya bahwa itu semua adalah fasilitas kantor atas jabatannya, bukan untuk keluarga. Ayah saya bahkan merasa perlu untuk mengunci telepon kami agar kami tidak seenaknya haha-hihi di telepon (saya dan kakak-kakak saya kalang kabut mencari lidi atau apapun yang bisa digunakan untuk mengakali kunci telepon, tentu saat ayah saya tidak di rumah). Saya diantar ke sekolah juga karena kebetulan kantor ayah saya dekat dengan sekolah, itupun saya diturunkan di kantor ayah saya. Kami hanya boleh minta tolong diantar sopir ayah kalau memang sangat mendesak dan tidak terlalu sore agar sang sopir tidak terganggu. Ayah saya memang mendidik kami untuk tidak menjadi manja dan terbiasa melakukan banyak hal dengan usaha kami sendiri.


Perkara idealisme macam ini, ayah saya kembali menunjukkannya saat beliau mencoba membongkar kasus di kantornya. Usut punya usut, pejabat sebelumnya ternyata diketahui melakukan korupsi. Alih-alih mendapatkan dukungan, ayah saya diminta untuk tutup mulut oleh atasannya. Lalu keputusan ayah saya adalah: mengajukan pensiun muda. Beliau merasa tidak nyaman bekerja di lingkungan seperti itu.


Terlepas dari bagaimana performa ayah saya di kantor (karena saya tidak pernah masuk ke kantornya), saya melihat satu hal yang membuat saya salut pada ayah saya. Dari apa yang telah dia lakukan, dia telah menunjukkan a leadership as personality, meskipun seringkali sulit dipahami oleh kebanyakan orang. Oya, termasuk saat semua orang memberikan selamat saat ayah saya baru diangkat menjadi pejabat, beliau malah bersungut-sungut:


"Kok dikasih selamat! Semakin tinggi jabatan itu bukan makin enak, makin banyak bebannya. Tanggung jawabnya besar!"


Pelajaran dari ayah saya adalah bahwa menjadi pemimpin itu bukan berarti seenaknya main perintah, apalagi perintah yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Menjadi pemimpin itu bukan berarti berjarak dengan orang-orang yang bekerja dengan kita, namun justru harus semakin dekat dengan mereka karena merekalah yang berada di belakang kita, menyokong kita. Menjadi pemimpin itu bukan hanya harus jujur, kompeten, visioner, adil, berpikiran luas, cerdas, kreatif, menginspirasi serta cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Menjadi pemimpin adalah menjaga perilaku kita karena kita adalah contoh bagi yang lain. 


Kecuali memiliki perusahaan kita sendiri dan hanya tersisa sedikit rasa kemanusiaan, pemimpin yang menganggap dirinya lebih dari yang lain adalah sesuatu yang sama sekali tidak diperlukan, apalagi jika kita menjadi pemimpin dalam institusi pemerintahan atau lembaga. Teringat kata-kata seorang teman saya yang bekerja di sebuah organisasi:


"Dalam sebuah organisasi, tidak ada bos. Karena semuanya sama-sama digaji oleh organisasi, bukan pimpinan yang menggaji." 


Hal ini juga berlaku dalam institusi pemerintahan. Mau kepala bidang, kepala bagian, staf keuangan atau janitor, semua mendapatkan gaji dari negara. Dari rakyat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar