Walaupun saya sebetulnya agak tidak setuju dengan menjamurnya swalayan waralaba di Indonesia, tak jarang saya menyerah juga untuk tidak berbelanja di tempat itu. Biasanya kalau sudah hampir tengah malam dan warung biasa sulit ditemui, swalayan waralaba menjadi alternatif saya (memang demikian tujuan mereka, bukan? Menciptakan kebutuhan).
Agar tidak terlalu jauh dari judul yang saya buat, langsung saja ke topik yang ingin saya tulis. Suatu malam, saya belanja di satu swalayan waralaba. Tak banyak yang saya beli: detergen, snack, minuman kaleng dan rokok. Sampai di kasir, seperti biasa saya bilang,
"Tidak usah pakai kantong plastik, Mbak."
Biasanya, petugas kasir langsung tanggap. Tapi yang satu ini tidak. Belakangan saya maklum karena petugas itu memakai seragam putih hitam, trainee. Saat ia mengeluarkan kantong plastik putih dari laci, saya ulangi lagi,
"Tidak usah pakai kantong plastik..."
"Lho, kenapa?" tanyanya bingung. Saya juga bingung. Baru kali ini ditanyai demikian.
"Saya masukan ke dalam tas saja," jawab saya sambil menunjuk tas hitam besar.
"Memang cukup ya, Mas?" dia bertanya lagi. Agak jengkel saya. Saya yang punya tas, jadi saya tahu kapasitas tas saya. Saya rasa tidak perlu menjelaskan soal niat saya mengurangi limbah plastik padanya. Saya langsung masukan barang belanjaan saya dan berkata,
"Nah, cukup kan?" kata saya sambil menerima uang kembalian lalu pergi meninggalkan swalayan.
Kantong plastik. Benda ringan ringkas dan membuat hidup lebih sederhana. Namun data yang saya dapat tak sesederhana itu. Sengaja saya googling informasi-informasi ini, sekalian biar isi blog saya juga tidak hanya menampung curahan hati dan opini pribadi hehe...
Kita mulai dari awal. Untuk kebutuhan produksi plastik ini setiap tahunnya diperlukan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon. Silakan dibayangkan pula dengan cara apa minyak-minyak dan pohon-pohon itu diangkut dari sumbernya menuju pabrik pembuatan plastik. Berapa banyak zat kimia yang digunakan yang mungkin juga didatangkan dari daerah lain di ujung dunia. Dengan cara apa juga plastik-plastik yang sudah jadi kemudian didistribusikan ke daerah lain. Pastilah membutuhkan bahan bakar yang juga tidak sedikit.
Setiap tahunnya, diperkirakan 500 juta sampai 1 milyar kantung plastik digunakan penduduk bumi. Kalau dikira-kira lagi, dan ada orang kurang kerjaan mau membentangkan kantong-kantong itu, cukuplah untuk membungkus planet ini sampai 10 kali.
Tiba pada akhir hayat si kantong plastik. Beruntunglah jika ia bertemu dengan tangan-tangan kreatif yang bisa mendaurulangnya menjadi barang lain yang lebih berguna. Jika tidak, ia akan menunggu sekitar seribu tahun sampai tanah mampu mengurainya secara sempurna. Belum selesai... saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Lalu bagaimana jika dibakar? Jika proses pembakarannya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin, bahan kimia beracun yang dalam jumlah besar dapat menyebabkan kanker.
Lagi, kebiasaan kita membuang sampah sembarangan, termasuk kantong plastik. Akibatnya sudah jelas.
Nah, begitulah. Begini-begini, saya juga ingin berbuat sedikit untuk lingkungan saya, tapi masih sulit menyatakan diri sebagai pemerhati lingkungan karena masih doyan merokok, masih sering lupa mencabut saklar listrik saat tidak saya gunakan dan masih pakai detergen untuk cuci baju. Saat ini yang bisa saya lakukan adalah selain memaksa diri untuk makan langsung di tempat makan sehingga tidak perlu bungkus makanan, juga bersetia dengan tas besar saya dan saat ditawari,
"Kantong plastik?"
Saya akan jawab, "Tidak, terima kasih."