2 Januari 2014

Tahun Baru dan Dugaan Kebahagiaan

Kaki saya menghentikan kayuhan sepeda di depan mini market. Hujan yang mengguyur Jogja di hari pertama 2014, membuat saya kerepotan melepas mantel hujan demi mendapatkan sekaleng susu murni untuk menghilangkan sisa-sisa alkohol yang tertinggal dari pesta tahun baru semalam.

Sudut mata saya menangkap pemandangan di undak-undakan dekat pintu masuk toko. Sepasang istri suami duduk mengapit sepasang anak perempuan laki-laki. Oh sial, saya sudah berpraduga saja ya. Bagaimana kalau mereka itu tante, oom dan keponakan? Bagaimana kalau mereka itu tak punya hubungan darah? Ah sudahlah, anggap saja demikian. Si ibu dan kedua anaknya sedang sibuk menjilati es krim yang saya pastikan baru mereka beli dari toko. Sedangkan sang ayah hanya duduk-duduk saja menatap langit. 

Setelah sekaleng susu plus beberapa camilan masuk dalam tas saya, saya raih mantel hujan sambil kembali mengarahkan pandangan pada keluarga kecil yang sedang menunggu hujan reda itu. Kali ini si ayah bangkit dari duduknya, berdiri berjarak dan menyalakan rokok. Ah, cukup mengerti juga kalau anak-anak tak pantas terkena imbas asap rokok. Si ibu dan kedua anaknya masih sibuk menjilati es krim. Melihat pancaran wajah mereka yang bahagia dan tanpa beban, tiba-tiba saya berdesir. 

Dugaan saya, mereka mungkin terjebak hujan saat akan pergi ke suatu tempat untuk, atau akan pulang ke rumah dari, merayakan, katakanlah hari libur, kalau saya beranggapan tidak semua orang ingin merayakan tahun baru. Kebetulan si ibu dan ayah libur bekerja, anak-anakpun tak perlu berangkat sekolah. Alih-alih sampai tujuan dengan kondisi basah kuyup karena berkendara motor, mereka memilih duduk-duduk di undakan sebuah mini market dan membeli es krim. Tentu saja, selain permen, es krim punya daya majis meredam kerewelan anak. Ini juga cuma dugaan saya saja.

Saya bayangkan saya yang harus terjebak hujan. Menjilati es krim tak akan membuat saya senang. Apalagi hanya duduk-duduk di undakan sebuah mini market! Desir hati saya mungkin mengisyaratkan iri pada mereka, keluarga kecil itu yang masih bisa menemukan sepotong kebahagiaan dalam kondisi yang, bagi saya, tidak menyenangkan. Kebahagiaan seringkali sederhana, bukan melulu soal pekerjaan yang diincar banyak orang, tabungan membengkak, pasangan yang sempurna atau cuaca yang menyesuaikan kehendak hati. 

Pada kayuhan pertama, sambil tersenyum saya sempatkan lagi menengok pada keluarga itu. Kali ini si anak laki-laki, yang paling kecil, balik menatap saya sambil terus menjilat es krim cokelatnya yang tinggal separuh. Tatapannya… Ah, apakah dia sebetulnya kesal dan tak tahan menanti sinar matahari menyeruak dari balik awan dan justru berpikir bisa bersepeda sambil hujan-hujanan itu adalah hal yang membahagiakan?

Well, kadang kita menduga orang lain bisa bahagia dengan cara-cara kita mendapatkan kebahagiaan. Nyatanya tidak selalu. Pun tidak selalu apa yang membuat orang lain bahagia bisa juga mendatangkan kebahagiakan bagi kita. Setiap orang punya porsi kebahagiaan masing-masing. Saya paksakan nyambung dengan gegap gempita pesta kembang api yang baru usai, Selamat Tahun Baru 2014, Temukan Kebahagiaanmu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar