2 Mei 2010

S.E.K.S


Beberapa hari lalu, saya bertemu seorang kawan di sebuah coffee shop. Sengaja janjian di tempat yang agak elit bukan karena gaya, tapi karena kawan saya butuh tempat yang nyaman untuk bercerita. Ya, dia mau curhat. Selesai memesan lattee irish, sang kawan tanpa babibu langsung bertanya, “menurut lo, dalam sebuah hubungan seks penting gak sih?”


“Tergantung,” saya jawab singkat. Jawaban yang sebetulnya juga menggantung.


Kemudian dia bercerita tentang kehidupan asmaranya dengan pasangan yang sudah berlangsung hampir 4 tahun. Dia tidak menutupi kalau dalam hubungan mereka, hubungan seks juga hal yang biasa mereka lakukan. Yang menjadi masalah, ia merasa akhir-akhir ini hubungan seks mereka terasa hambar.


“Kayaknya gue terus yang minta,” katanya. Selama ini, ia mengaku lebih sering ia yang menginisiasi perilaku seks. Saya katakan mungkin pasangannya memang tipe pasif dalam urusan bercinta. Dia mengangguk setuju. “Tapi lo masih sayang dia?” tanya saya. Dia lagi-lagi mengangguk.


Ada kalanya sang pasangan bisa memberinya tidak hanya orgasme, namun kenikmatan. Sebuah kualitas. Subjektif. Setiap orang mungkin punya kriteria sendiri soal seks yang berkualitas seperti apa. Apakah karena variasinya, romantisme yang dibangun, foreplaynya, dan bla bla bla.


“Lo bayangin aja, gue udah nafsu, tapi dianya adem ayem. Foreplay aja kayak basa-basi. Seringnya sih gitu. Ya pernah sih yang gue ngerasa puas banget. Nah gue pengen kayak gitu terus,” jelasnya panjang lebar. Jika kawan saya ini mendapatkan kualitas yang dia inginkan, dia merasa bertambah rasa sayangnya. Tapi kalau tidak... “bikin males.”


Kualitas hubungan seks tak jauh-jauh dari bagaimana kita mengkomunikasikannya dengan pasangan. Itu saya dapat dari bahan bacaan saat saya masih sering cuap-cuap di radio. Terdengar mudah, tapi mungkin sulit untuk dilakukan karena alasan tidak enak dengan pasangan, merasa terlalu banyak menuntut, takut dikira macem-macem, dan sejuta alasan lain.


Dari kisah kawan saya, saya jadi tahu kalau kualitas hubungan seks sedikit banyak punya peran dalam memupuk rasa sayang. Kawan saya juga cerita kalau seks bisa jadi obat kangen mujarab. Maksudnya?


“Kadang kalau lama nggak ketemu kan garing-garing gimana gitu. Atau pas lagi ada masalah yang boro-boro pengen ketemu. Tapi setelah melakukan hubungan seks, kayaknya jadi plong aja. Dan biasanya dia ‘hot’ kalau lagi pas kayak gitu. Masak iya gue mesti nyari-nyari masalah dulu?”


Saya hanya mengangguk-angguk. Lagi, saya ingat bacaan saya dulu. Kepuasan yang dirasakan saat orgasme dipicu oleh aliran hormon –yang sayang sekali saya lupa namanya- yang meningkat. Hormon ini juga yang punya peran pada munculnya mood positif. Wajar kalau setelah berhubungan seks, kawan saya merasa plong. Tapi apa menyelesaikan masalah? “Ya nggaklah! Cuma kan habis itu kita bisa jadi ngobrol dalam kondisi relaks.”


Setelah mendengar cerita kawan saya, saya bisa menjawab kalau seks penting dalam sebuah hubungan. Bagi pasangan yang seksual aktif, kualitas seks punya andil dalam hubungan. Kualitasnya baik, hubungannya juga mungkin akan tambah baik (kecuali ada masalah lain seperti lupa janji, selingkuh, kebiasaan pasangan yang sering bikin ilfil, dan masalah lainnya). Apalagi jika seperti kawan saya, seks bisa menjadi ‘pintu’ untuk mengkomunikasikan masalah dengan pasangan. Sex after war mungkin istilahnya ya. Nah, bagi pasangan yang tidak seksual aktif, pentingnya seks berarti bagaimana saling menjaga komitmennya masing-masing untuk tidak berhubungan seks. Kalau ada pasangan yang tiba-tiba melanggar komitmen, kualitas hubungan mungkin juga akan renggang.


Ah ah... ini baru secuil tentang seks. Problem seks masih banyak di luar sana. Yang gara-gara seks ada orang bunuh pacarnya, gara-gara seks ada kerajaan yang siap berperang dengan kerajaan lain, gara-gara seks ada pejabat yang kehilangan mukanya. Seks juga yang menjadikan bumi ini padat penghuninya. Seks tidak hanya penting dalam sebuah hubungan, tapi jelas pentingnya dalam kehidupan manusia. Sayang, masih suka ditutup-tutupi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar