Sudah
hampir tiga bulan ini saya menganggur setelah saya kembali ke Indonesia di
pertengahan September kemarin. Well, tidak benar-benar nganggur juga sih.
Selain ada “bantu-bantu” teman (perlu pakai tanda kutip karena bantu-bantunya
tetap dihargai secara profesional), pada beberapa masa saya cukup sibuk:
nongkrong sana sini, jumpa teman ini itu, sambil tetap kirim lamaran ke sana
kemari. Setelah kerjaan “bantu-bantu” selesai, teman-teman sibuk dengan
pekerjaan mereka, dan tidak ada lowongan pekerjaan yang menarik untuk saya
daftar, mulailah saya dilanda kebosanan. Mau ngapain lagi ya?
Tahun 2012
saya pernah juga mengalami masa-masa menganggur seperti ini. Tanpa pekerjaan
dan tabungan yang ala kadar, saya nekad resign dari Jakarta dan kembali ke
Jogja. Saya merasa saat itu saya lebih termotivasi untuk melakukan banyak hal.
Saya beli sepeda dan kemana-mana dengan modal gowes. Walaupun pada akhirnya
saya bergabung dengan teman saya di dunia per-branding-an, toh saya masih
sempat dan punya energi untuk kegiatan lain-lainnya, bahkan sampai akhirnya bisa
kecapaian juga menyusun buku. Sekarang rasanya lain. Entah apakah karena
sekarang saya nganggurnya di Jakarta, atau faktor lain yang enggan saya akui:
umur. Hahaha…
Beberapa
teman, yang sebagian sudah bertahun-tahun tidak bertemu, saya jumpai untuk
sekedar menuntaskan rindu, update gossip (ini menu utama sebetulnya), atau
sekedar haha-hihi. Saat saya mengutarakan kebosanan yang saya rasakan, beberapa
dari mereka malah bertanya, “Kenapa nggak nulis lagi, Link?” Jleb.
Gara-gara
itulah sebenarnya tulisan ini saya buat. Saya coba untuk kembali ke blog ini,
yang andaikan rumah, mungkin sudut-sudutnya sudah dipenuhi sarang laba-laba dan
kayu-kayunya melapuk digerogoti rayap. Asal tau saja, untuk bikin paragraf kedua
tulisan ini, saya perlu nonton film Detektif Conan dulu, tutup laptop, makan,
main Angry Birds 2, mandi, tidur. Saya merasa kemampuan saya menulis menurun drastis.
Maksudnya menulis kreatif, bukan ngerjain tugas kuliah atau tesis lho ya
(jangan curhat… jangan curhat…). Apa memang untuk memulai kembali sesuatu yang
sudah lama ditinggalkan itu butuh energi luar biasa besar, atau memang sayanya
saja yang malas? Atau, lagi-lagi, faktor umur? Hahaha…
Pengalaman
nulis saya memang tidak banyak. Selain blog, yang alhamdulillah pernah menang
kompetisi, hanya satu buku yang saya tulis di masa “nganggur” pertama, dan saya
lebih sering bilang kalau buku itu lebih mirip kliping informasi (pun kabarnya
entah gimana itu buku). Tulisan-tulisan saya yang lainnya tersebar di buku-buku
kompilasi, plus laporan proyek. Duh mak! Maka ketika beberapa teman mulai mendorong
saya untuk nulis lagi, saya merasa mendapatkan tantangan. Lebih untuk membuktikan
kepada diri saya sendiri kalau saya bisa.
Menerima
tantangan tersebut tentu ada konsekuensinya: saya harus mulai membaca lagi. Saya
sadar bahwa kejumudan saya dalam menulis adalah, selain malas, juga kurangnya
asupan bacaan. Satu tahun kemarin, otak saya dijajah oleh berpuluh-puluh jurnal
-yang alhamdulillah karena daya ingat saya yang luar biasa buruk, sulit saya ingat
lagi isinya. Mungkin karena terlalu banyak baca jurnal-jurnal itu, ada
rasa-rasa eneg kalau liat tulisan yang banyak. Ya Tuhan, inikah yang namanya
trauma? Jadi, apa kabar keinginan lanjut PhD? Well, saya saat ini sedang
berusaha kembali menjalin kasih dengan buku karena saya sadar saya harus
memperkaya referensi lagi, baik itu secara perspektif maupun teknis.
Hanya dua
buku yang selesai saya baca dalam rentang tiga bulan ini: Sejuta Warna
Pelangi-nya Clara Ng dan Gadis Naik Bujang-nya Shanti Agustiani. Eh, buku
pertama itu bukannya buku anak-anak ya? Betul. Sengaja saya beli untuk
referensi karena masih ada hasrat untuk menuntaskan mimpi membuat buku untuk
anak-anak. Oke, buku ini memang selesai dibaca dalam waktu kurang dari satu jam hahaha…. Tapi beberapa malam saya habiskan untuk menikmati
ilustrasi-ilustrasinya yang digarap beberapa ilustrator buku anak berpengalaman. Nah, kalau buku yang
kedua itu novel pendek karya teman saya, tentang masa pubertas remaja perempuan.
Awalnya saya beli sebagai bentuk dukungan terhadap teman. Lalu ketika saya
diajak untuk berkolaborasi menulis dengannya, saya merasa ada kebutuhan untuk
menyelesaikan buku tersebut untuk menjajaki cara berpikirnya yang akan penting
bagi saya jika memang nantinya kami berdua akan bekerja bersama. Sekarang, saya
sedang mulai membaca buku Psikologi Terapan yang disunting dosen saya di
Psikologi UGM. Aih, katanya trauma baca bacaan berat? Hehehe… Anggaplah ini
transisi, karena isinya tidak seberat jurnal dan teori-teori kuliah.
Bagi yang
menunggu-nunggu apa sebetulnya inti dari tulisan saya kali ini, silakan
berhenti berharap hahaha… Tulisan ini tak lebih dari sekedar uji coba saja.
Meminjam tagline-nya Nike “Just do it”, saya hanya sedang ingin menulis apa yang
ada dalam kepala. Karena kalau nunggu “Ah nanti kalau ada topik seru. Tar aja
kalau ada pengalaman asik. Ganti laptop dulu ah biar semangat nulisnya”, sampai
lebaran kuda tujuh kali pun, JK Rowling mungkin tidak akan melahirkan Harry
Potter.
*Disclaimer: saya tidak mendapatkan keuntungan apapun dari Nike. Sepatu lari saya aja merk-nya lain #kodekerasbuatyangmaudiendorse