"Lho, gak pulang, Ga?" tanya teman kost saya ketika kami berpapasan di parkiran, Rabu malam.
"Nggak," jawab saya pendek.
"Nggak nyontreng donk?" tanyanya lagi.
"Hehehe.. aku doain aja deh!" jawab saya kemudian yang lalu disambut tawa.
Ya.. saya memutuskan golput di pemilu kali ini, alasannya? Pertama, saya tidak dapat undangan karena KTP saya bukan Jogja, sementara sudah hampir 7 tahun ini saya menetap di kota gudeg ini. Ya ya ya.. undangannya mungkin sampai ke rumah saya di Majalengka sana, tapi ya iya masak saya harus merelakan minimal 250 ribu buat ongkos perjalanan hanya untuk memberikan suara saya (yang saya aja nggak tahu siapa-siapa, apa programnya, apa caleg di sana). Ya ya ya.. kalau emang niat dan merasa sebagai warga negara yang baik ya diurus lah gimana caranya biar bisa ikut berpartisipasi di pesta demokrasi (pesta? masak... demokrasi?? yang bener aja!). Pemilu 2004, saya gak urus sana sini , KTP juga masih sama, tapi saya dapet kartu pemilu. Heran, kok sekarang nggak ada ya? Ternyata saya tak sendiri. Ada yang niat mau ikutan nyontreng, eh udah kelewatan tanggalnya. Yang lain dari saya juga ada. Udah almarhum, tapi masih terdaftar sebagai pemilih. Dimana lagi pemilu macam gini kalau nggak di Indonesia? Negara ku cihuy banget. Nah itu alasan pertama...
Alasan kedua, yang lebih idealis (atau maksa) adalah karena dari sekian caleg, parpol, dan tetek bengeknya, belum ada yang sreg tuh. Masak tetep dipaksa milih? Haram mana gak milih atau milih tapi gak ikhlas? Parpolnya buanyaaak betul, sampai saya kadang-kadang masih kaget kalau nemu media kampanye (yang bikin polusi mata) dari partai kecil nyelip di antara spanduk dan banner yang guede-guede, "Eh ada partai itu tho?" Selama ini kemana aja tuh partai? Jangankan yang masih bau kencur itu, partai-partai gede aja kalau pas lagi gak kampanye ya gak keliatan tuh. Mana yang katanya ngasih pendidikan politik buat rakyat sebagai tugas utama partai politik? Ya gak heran kalo kata ahli-ahli neh, golput di 2009 ini bakal mencapai 40-50% atau mungkin lebih. Buseeet.. Bikin partai baru bisa juara tuh! Alasannya ya paling karena rakyat udah muak sama janji-janji politik, udah gak ada yang percaya. Hayo, siapa yang gak bete kalau ada orang yang ngingkari janjinya ke kita? Giliran ada bencana, rame bikin tenda dan tak lupa mengibarkan bendera masing-masing. Terus juga soal sosialisasi, heboh dari coblos ke contreng aja gak kelar-kelar. Saya nggak tahu nih kok kesannya KPU tidak siap dengan pemilu tahun ini. Ketularan parpol kali ya hebohnya cuma pas menjelang pemilu. Empat tahun lebih sedikitnya dilupakan begitu saja.
Saya ingat betul beberapa hari sebelum parpol-parpol heboh kampanye, datang ke kantor saya seorang kader partai X pada Sabtu sore. Mencari direktur buat dimintain opininya soal politik. Saya bilang aja kalau direkturnya tidak berkantor yang sama dengan saya, jadi salah alamat. Salah jadwal jelas, Sabtu sore gitu lho.. Nggak dapet direkturnya, sang kader masih minta siapa aja orang yang ada yang bisa mewakili lembaga untuk berbicara. Kesan terburu-buru ngejar deadline langsung bisa saya baca. Sebentar... meskipun lembaga kami pra pemilu ini juga ikut heboh dengan kontrak politik, pendidikan politik untuk pemula, pelatihan ini itu buat caleg dan parpol, tapi kami tidak berafiliasi dengan salah satu partai pun. Saya akhirnya bilang,
"Lho, kemarin-kemarin kemana aja?" Dia langsung pamit deh hehehe..
Selain spanduk yang ganggu mata, dengan tingkah caleg yang macem-macem (saya dikirimkan by email foto kampanye caleg dari yang mulai gaya artis, artis beneran, bawa-bawa anaknya yang artis, bawa silsilah keluarganya, berfoto bersama hewan kesayangan: macan, monyet, gaya pahlawan, gaya Obama, gaya petinju, sampai yang sok-sok an bilang: Jangan Pilih Saya.. huh, capek deh), segala jurus digunakan para caleg dan parpol buat menggaet massa. Tengok facebook, dipikirnya masyarakat kita yang terkoneksi internet berapa banyak sih, dari yang terkoneksi itu, berapa banyak yang punya dan rajin buka facebook, dan yang punya plus rajin facebookan itu berapa banyak juga yang tertarik. Gak tanggung-tanggung, sekitar 7-8 trilyun rupiah berputar dalam bisnis perkampanyean ini (buat auditnya aja ngabisin 1 trilyun, duit semua) Tadi siang lain lagi, saya dapat kampanye via SMS! Saya pikir cuma KPU yang punya modal sosialisasi macam itu. SMS yang saya terima bernada pantun mengajak memilih partai yang iklannya pernah dikritik karena bawa-bawa tokoh panutan partai lain, dan terakhir dianggap munafik oleh kawan-kawan di milis karena menampilkan pluralisme tapi banyak yang curiga partai itu punya hidden agenda menjadikan Indonesia negara dengan landasan satu agama. Saya bales aja (kurang kerjaan juga sih):
"Emang partai anda bisa ngasih apa?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar